Tahukah Anda bahwa Indonesia adalah negara yang menempati posisi kelima kasus stunting di dunia? Sebenarnya apa sih stunting itu?
Stunting adalah gangguan tumbuh kembang anak yang disebabkan oleh gizi buruk, infeksi berulang, dan kurangnya stimulus psikososial. Stunting menurut Netmeds adalah indikasi utama malnutrisi dan infeksi seperti diare, infeksi cacing pada anak usia dini, dan malnutrisi selama pertumbuhan janin yang disebabkan ibu yang kurang gizi terutama di masa kehamilan.
Stunting menyebabkan pertumbuhan anak terhambat, menurut WHO didefinisikan apabila tinggi badan menurut usia pada anak menyimpang dari Median Standar Pertumbuhan Anak WHO.
Stunting umumnya terjadi di 1.000 hari pertama kehidupan yang berlangsung lama dan menahun, akibatnya bayi stunting tumbuh lebih pendek dari standar tinggi balita seumurannya. Yang perlu diingat, anak yang bertubuh pendek belum tentu mengalami stunting.
Hingga saat ini, negara-negara yang memiliki kasus stunting berusaha untuk bangkit mencegah stunting semakin meningkat, termasuk Indonesia. Pada awal 2021, pemerintah Indonesia menargetkan angka stunting turun menjadi 14% di tahun 2024.
Apa yang bisa dilakukan untuk mencegah stunting?
Kemenkes memiliki beberapa cara untuk mencegah stunting dan menurunkan angka stunting yang terjadi di Indonesia, di antaranya adalah sebagai berikut:
Memenuhi kebutuhan gizi sejak masa kehamilan
Salah satu penyebab stunting adalah tidak terpenuhinya gizi ibu di masa kehamilan. Dilansir dari Mayo Clinic, ibu hamil disarankan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan selama perkembangan janinnya, seperti berikut:
- Folat dan asam folat - untuk mencegah cacat lahir
- Kalsium - untuk memperkuat tulang dan gigi bayi, serta agar sistem saraf dan otot dapat bekerja dengan baik
- Vitamin D - untuk memperkuat tulang dan gigi bayi
- Protein - untuk membantu memaksimalkan pertumbuhan bayi
- Zat besi - untuk mencegah kekurangan zat besi yang memicu anemia
Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan
ASI memberikan nutrisi yang ideal untuk bayi. Dilansir WebMD, ASI mengandung campuran vitamin, protein dan lemak yang hampir sempurna yang dibutuhkan bayi untuk tumbuh. ASI mudah dicerna oleh pencernaan bayi dibandingkan susu formula. ASI juga mengandung antibodi yang membantu bayi melawan virus dan bakteri.
Selain itu, bayi yang mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama cenderung memiliki risiko lebih rendah akan:
- Infeksi telinga
- Penyakit pernapasan
- Serangan diare
- Risiko sakit dan harus dirawat inap
- Risiko sakit yang harus ditangani medis oleh dokter
ASI eksklusif dan menu MPASI sehat
Ketika bayi menginjak usia 6 bulan, maka minum ASI saja tidaklah cukup. Bayi perlu diperkenalkan pada makanan pendamping ASI atau disebut juga MPASI.
WHO menyarankan jadwal pemberian MPASI sebagai berikut:
- Usia 6-8 bulan 2-3 kali sehari
- 9-11 bulan 3-4 kali sehari
- 12-24 bulan makanan berat 3-4 kali sehari, dan makanan ringan 1-2 kali
Menu MPASI menurut panduan WHO
- 6 bulan - diawali dengan makanan yang dihaluskan (semi-solid foods)
- 8 bulan - anak mulai dikenalkan dengan finger foods (makanan yang bisa dipegang dan dimakan sendiri oleh anak)
- 12 bulan - pada usia 12 bulan sebagian besar anak dapat makan semua jenis makanan yang sama seperti yang dikonsumsi oleh anggota keluarga lain, dengan tetap memperhatikan kebutuhan makanan yang padat nutrisi serta menghindari makanan yang berbentuk utuh agar tidak tersedak. Hindari memberikan minuman dengan nilai gizi rendah seperti teh, kopi dan minuman bersoda, serta batasi konsumsi jus untuk menghindari anak-anak menolak makanan padat lainnya.
Memantau tumbuh kembang anak
Orang tua perlu terus memantau pertumbuhan dan perkembangan anak, khususnya di 1.000 hari kehidupan dengan rutin membawanya ke posyandu atau klinik khusus anak.
Menjaga kebersihkan lingkungan
Karena memiliki sistem kekebalan tubuh yang belum benar-benar kuat, maka disarankan untuk menjaga kebersihan lingkungan agar anak-anak terhindar dari infeksi dan serangan penyakit yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan.
- dr Nadia Opmalina